islam,mahkota islam,moslem,muslim,solusi,solution,sains,technology,teknologi,quran,nusantara

Halaman sebelumnya :



Peradaban dibentuk oleh buah pemikiran manusia. Tingkat pemikiran manusia dipengaruhi oleh tingkat kesadarannya. Sedang kesadaran jiwa ini dipengaruhi oleh kepekaan perasaan dan akal pikiran yang membentuknya. Oleh karena itu untuk membangun peradaban yang baik dimulai dengan pembinaan jiwa yang baik dengan pemurnian perasaan dan akal dari pencemaran.
Segala sesuatu mempunyai pusat atau titik sumber. Cahaya matahari yang menerangi alam semesta berasal dari energi besar di pusat/inti matahari. Air zam-zam yang jernih dan berlimpah ruah tiada habis-habisnya dipancarkan dari titik sumbernya yang relatif kecil. Begitu juga dengan Al-Quran. Pusat Al-Quran ada pada surah Al-Fatihah. Surah Al-Fatihah juga disebut sebagai Ummul Quran (ibunya Quran) karena surah-surah yang lain seperti anak-anak yang dilahirkan dari Surah Al-Fatihah.
Suatu pusat selalu mempunyai kondisi yang paling ekstrim (maksimal). Hal ini berlaku pada setiap titik pusat tanpa kecuali. Seperti inti matahari, mempunyai temperatur yang paling tinggi, tekanan yang paling tinggi, energi paling besar. Titik sumber mata-air mempunyai kandungan air yang paling jernih, tekanan yang paling besar, kandungan oksigen paling banyak. Begitu juga dengan surah Al-Fatihah. Kalau ibarat cahaya, ia adalah pusat sumber cahaya yang terbesar sedang surah-surah lain sebagai berkas cahaya yang dipancarkannya. Kalau ibarat air, ia adalah pusat sumber air yang terjernih sedang surah-surah lain sebagai limpahan air yang disemburkannya.
Semakin jauh limpahan air dari titik sumbernya maka semakin tercemar kejernihannya. Semakin jauh berkas cahaya dari pusat sumbernya maka semakin lemah daya penerangannya. Hal ini berlaku pada segala sesuatu tanpa kecuali. Murni tidaknya suatu kandungan air, (neraca) pembandingnya adalah kandungan air yang ada pada titik sumbernya. Lemah tidaknya suatu berkas cahaya, pembandingnya adalah cahaya pada pusat sumbernya.
Al-Quran terdiri dari dua bagian, yaitu ayat-ayat kauliyah (makna lahir/tersurat) dan ayat-ayat kauniyah (makna batin/tersirat). Ayat-ayat kauniyah terhampar di alam semesta. Alam semesta dan kejadian-kejadian yang ada didalamnya secara lahir berupa ragam bentuk dan warna tetapi sebenarnya ragam bentuk dan warna ini menyelimuti (menghijab) makna sebenarnya dari ayat-ayat Al-Quran. Alam mengandung/menyembunyikan makna batin tersebut. Kalau makna lahir ayat-ayat Al-Quran dibaca dengan mata lahiriah maka makna batinnya hanya dapat dibaca dengan mata batiniah. Karena Al-Quran terhampar di alam semesta maka Surah Al-Fatihah dapat bertindak sebagai neraca kebenaran segala sesuatu. Benar tidaknya suatu pemikiran, (neraca) pembandingnya adalah Surah Al-Fatihah. Surah Al-Fatihah sebagai alat uji kebenaran segala permasalahan.
Ada dua kondisi yang terjadi pada orang normal ketika makan. Kondisi pertama yaitu orang yang makan dan menikmati kelezatan makanannya. Kondisi kedua yaitu orang yang makan tetapi pikirannya tetap berjalan/berproses memikirkan masalah yang sedang dihadapinya. Pada kondisi pertama pikirannya berhenti karena cintanya pada kelezatan makanan mengalahkan permasalahan yang dihadapinya. Pada kondisi kedua pikirannya tetap berputar karena makanan bukan prioritasnya. Tidak bisa terjadi menikmati detil rasa makanan sembari otak berputar memikirkan pemecahan suatu masalah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian utama dipengaruhi oleh seberapa besar cinta yang tertuju padanya. Kita ambil contoh lagi pada pasangan remaja yang sedang berpacaran. Sering pihak wanita menguji seberapa besar cinta pihak pria terhadapnya. misal ketika turun hujan lebat, sepasang kekasih sedang berada di suatu gedung. Si wanita berpikir bahwa inilah saatnya ia mengetahui seberapa besar cinta si pria dengan memintanya mengantar pulang dan ia sadar bahwa si pria hanya punya sepeda motor butut yang sering ngadat. Si wanita tidak perduli bila nantinya dia jadi sakit parah sekalipun asal tahu ternyata si pria begitu mencintainya. Pada kondisi seperti ini bila si pria terlalu mengandalkan logikanya maka si wanita bisa pergi meninggalkannya, memutus cintanya. Di kehidupan manusia ada dua kondisi/kawasan yang masing-masing tidak bisa dicampur aduk. Apa yang menjadi porsi/konsumsi hati tidak bisa diambil-alih oleh akal pikiran, dan apa yang menjadi porsi akal tidak bisa ditangani oleh hati. Pada satu saat, secara normal kepekaan perasaan (pengetahuan abstrak, misalnya cinta) tidak bisa memasuki lahan logika pemikiran (pengetahuan bentuk nyata/empiris) tetapi masing-masing berperan pada kondisi yang berbeda. Karena kedua fakultas tersebut terpisah oleh pembatas. Pada umumnya air di lautan kadar garamnya tinggi sehingga rasanya asin sedangkan air sungai kadar garamnya rendah sehingga rasanya tawar. Lautan dan sungai bertemu di daerah muara sungai. Tempat pertemuan kedua jenis air ini dibatasi oleh suatu lapisan tipis sehingga kandungan kedua jenis air ini tidak bercampur dan mempengaruhi satu sama lainnya. Kandungan masing-masing jenis air tetap terjaga tidak membentuk jenis air yang baru. Pada suatu wadah berisi beberapa liter minyak. Kemudian pada wadah tersebut kita tambahkan beberapa liter air maka pada kondisi normal kedua bagian ini, minyak dan air, akan tetap terpisah tidak bisa bercampur. Fenomena seperti ini adalah suatu ayat kauniyah yang tersembunyi dalam bentuk dan warna. Ada beberapa lapis makna batin pada ayat kauniyah tersebut. Beberapa makna batin yang terdekat yaitu bahwa antara kepekaan perasaan dan logika pemikiran empiris terpisah satu sama lain. Bahwa islam dulu baru beriman sebagaimana air sungai mengalir dari sumber mata-air menuju lautan melalui muara sungai bukan sebaliknya mengalir dari arah laut ke arah sumber mata-air karena letak lautan yang lebih rendah dari daratan. Berilmu syari’at dulu baru bisa berilmu hikmah dan ma’rifat. Ilmu syari’at, sains dan teknologi adalah bagian/lahan bagi logika pemikiran sedangkan hikmah dan ma’rifat menjadi bagian kepekaan perasaan/mata batin sebagaimana fenomena cinta yang sulit dijelaskan dengan logika pemikiran tetapi mudah dipahami dengan pendekatan perasaan. Tetapi bagian perasaan yang dimaksud disini bukan perasaan seperti yang dipahami oleh kaum awam. Perasaan yang disebutkan disini adalah bagian kepekaan dari perasaan murni yang bersih dari prasangka dan hawa nafsu. Pada Surah Al-Fatihah fenomena ini ada pada ayat kelima (iyyakana’budu wa iyyakanasta’in), yang menjadi pembatas antara ilmu ma’rifat di bagian atas (ayat pertama sampai keempat sebagai lautan ma’rifat) dan ilmu syari’at di bagian bawah (ayat keenam dan ketujuh sebagai sungai-sungai syari’at dan ilmu alat).
Manusia juga mempunyai titik pusat. Titik pusat manusia ada pada pusat kesadarannya. Pusat kesadaran manusia ada di dalam relung jiwanya. Lebih spesifik lagi, ada pada pusat kalbu(hati)nya. Semakin jauh kesadaran manusia dari titik pusatnya, semakin tercemar kemurnian pemikirannya. Sebagaimana matahari yang memiliki gaya tarik (gravitasi), pusat kesadaran manusia juga memilikinya. Manusia terdiri dari dua sisi. Sisi yang menghadap alam akherat, ada pada kalbu dan sisi yang menghadap alam dunia, ada pada nafsu dan jasmani. Mata batin menghadap alam akherat, mata lahir menghadap alam dunia. Alam akherat dan alam dunia sama-sama memiliki gaya tarik (gravitasi). Posisi kesadaran masing-masing manusia berbeda-beda tergantung pada besarnya komposisi kedua gaya tarik tersebut.

Halaman berikutnya :

2 komentar:

  1. Balasan
    1. terima kasih. maaf baru aktif lagi. segala puji milikNya. sadar atau tidak sadar segala pujian mengarah kepada Sang Pencipta.

      Hapus

islam,mahkota islam,moslem,muslim,solusi,solution,sains,technology,teknologi,quran,nusantara